Cutting Edge #2: Dried Cassava dan Balada Singkong Balado


jakartabeat.net


Detik demi detik berjalan dengan angkuh saat saya masih mengumpulkan nyawa di kasur dengan gadget di tangan saya. Sesaat kemudian,  satu demi satu notif bersahut-sahutan di gadget saya. Yap, pertanda first line up dari salah satu festival musik terbesar di tanah air ini, We The Fest 2016 sedang diumumkan.
  
Diawali dari pelakon musik indie tanah air, nama-nama yang sudah ramah di telinga seperti Barasuara dan Trees & Wild(wow, mereka sepanggung!) muncul berurutan di timeline Instagram resmi WTF2016. Lalu muncullah satu nama yang samar-samar muncul, asing kedengarannya, bernama Dried Cassava. Tidak cukup asing juga sebenarnya. Karena mereka pernah beberapa kali muncul di line up festival-festival cukup ternama di negeri ini, contohnya Music Gallery yang baru saja kemarin digelar.

Sementara komentar-komentar di foto Dried Cassava penuh dengan komentar kasar dari fans mapan yang anarkis ‘WOY CEPETAN KELUARIN YANG LUARNYA’’ ‘APAAN NIH GAKENAL’ ‘ABIS KUOTA NIH CEPETAN KELUARIN KEK THE 1975, TROYE, DLL!’ , saya justru tertarik dengan deskripsi di foto itu, Their alternative funk rock and blues sound makes the guys from @driedcassava also a must watch act in #WTF16 this August!


Kenapa? Karena sepanjang pengetahuan saya, musik rock blues Indonesia tidak berkembang sesignifikan jazz. Musisi-musisi blues yang terbilang punya nama paling mentok hanya Gugun Power Trio. Dan mungkin Tohpati, kalaupun blues adalah aliran utamanya dia. Gugun pun tidak pure blues, karena mereka menyajikannya dengan rock atau pop, agar blues yang mereka bawakan lebih ‘membumi’. Dan disitulah awal pencarian saya tentang Dried Cassava.



‘Paradox’ adalah gerbang perkenalan saya dengan Dried Cassava. Track yang sangat menyenangkan, ringan, dengan reff yang mudah diingat. Sekilas mirip dengan Monkey To Millionaire versi album Lantai Merah. Sekilas saja ya. Komplotan yang terdiri dari Baskoro, Nandie, Kago, dan Bana ini ternyata sudah merilis single Paradox itu semenjak 2011 loh, tepatnya di album Mind Thieves. Untuk kedua kalinya, saya kecolongan untuk terlambat mengetahui ada band sekece ini. Persis seperti Danilla di postingan saya sebelumnya, Cuma ini lebih kronis. Dari 2011.




Dan pada 2014 mereka merilis album keduanya berjudul Sensitive Explosive. Dengan barisan track yang menjanjikan macam ‘Ah’, ‘Set Sail’, dan ‘Hellblazer’ agaknya mereka berhasil meraih atensi lebih banyak pendengar. Terbukti dari tahun lalu ketika Dried Cassava banyak mejeng di gigs-gigs atau pensi ternama di Jakarta atau di Bandung dan tempat lainnya. Termasuk Music Gallery di bulan lalu dan terutama We The Fest di bulan Agustus  nanti. Di album ini, warna blues rock yang mereka bawakan kurang sekental dengan apa yang ada di album pertama. Mereka lebih asyik dengan indie rock versi mereka yang lebih ringan dan renyah. Mungkin komplotan singkong krenyes ini mencoba untuk meraih penggemar yang tidak segmented, atau mungkin juga mereka ingin keluar dari zona nyaman di album pertama( yang keren sekali, menurut saya). Dan yang masih saya herankan sampai sekarang, jumlah view di setiap video musik yang mereka upload di Youtube tidak sampai lima puluh ribuan.Terlalu underrated memang untuk band berkemampuan musikal sekelas mereka. Tapi yang pasti, mereka sudah berhasil menancapkan  trendmark di setiap lagu mereka baik di kedua album. Seperti halnya komika,ketika mereka stand up diatas panggung, dengan mata tertutup kita pun mudah mengenali siapa yang berstandup di depan kita.




Jika mengibaratkan mereka dalam dunia persingkongan nusantara, Dried Cassava adalah kripik singkong balado yang istimewa, mahal, tapi gurih dan ada manis-asin-pedes-pedesnya gitu. Good luck, Dried Cassava.

0 komentar:

Post a Comment